Bwara Mr. Simple simple…
Lantunan dering handphone bernyanyi nyaring. Membuat siapapun yang
mendengarnya akan berdecak kesal saat ini. Tentu saja. Saat ini jam
dinding berdentang sebanyak empat kali yang berarti masih sangat pagi
untuk membuka mata. Song Jaena, gadis berambut hitam ini berdecak kesal
sembari mengucek matanya. Tangannya bergerak menggapai nakas samping
tempat tidurnya, dia semakin membulatkan matanya yang sudah bulat saat
retinanya menangkap sebuah nama yang tertera disana. Dengan ragu, dia
menekan tombol hijau, menjawab panggilan konyol itu.
“Yeoboseyo? Y — Ya!! Ada apa pagi buta begini menelponku, eoh? Aku
masih mengantuk!” Jaena sebisa mungkin menutupi rasa gugupnya. Hening.
Tak terdengar sebisik suara pun di sebrang sana. ’Bagaimana kau bisa
menelponku, Eunhyuk Oppa!’ Jaena membatin.
“Op – oppa? Ada apa denganmu, eoh?”
“eob – eobseo..”
“hah? Kau bercanda? Aku masih mengan – ”
“SARANGHAE JAE NA-YA!! JEONGMAL SARANGHAE!!”
PIP. Sambungan di putuskan. Jae Na tampak melongo di tempat. Apakah
benar Eunhyuk mencintainya? Sejak dulu dia memang tak pernah tahu
bagaimana perasaan Eunhyuk. Tapi apakah ini balasan dari perasaannya
semenjak dua tahun lalu? Kalaupun iya, bagaimana mungkin dia menyatakan
perasaannya di pagi buta begini?
Jaena mendesah pelan. Dibaringkannya kembali tubuh mungil berbalut
piyama biru muda itu, Jaena menengadah menatap dinding kamar atasnya.
“Eunhyuk oppa, aku harap kau serius dengan ucapanmu. Aku tak mau cintaku
bertepuk sebelah tangan, monyet babo ku yang tampan!” gumam Jaena pelan
sembari menutup matanya, mencoba tidur kembali.
—
Matanya menerawang menatap hamparan biru yang ditemani arakan awan
putih yang mempesona. Sesekali bibirnya menampakkan senyum dua jari. Dia
tersenyum geli saat pikirannya kembali melayang pada beberapa tahun
lalu, saat Eunhyuk pertama kali menyatakan perasaannya. Dia ingat saat
pagi buta itu. Dia ingat suara gugup itu. Dia ingat teriakkan
‘Saranghae’ itu. Memang terdengar konyol sebenarnya, tapi itulah cinta.
Jae Na beranjak dari duduknya. Melangkahkan kaki di antara deretan
kokoh pohon sakura. Satu-persatu kelopaknya berjatuhan tepat mengenai
kepalanya. Perlahan dia menutup mata menikmati jutaan aroma sakura
sejauh mata memandang, menghirup aroma kebahagiaan. Pikirannya kembali
menerawang saat Eunhyuk mengajaknya ke taman yang di penuhi guguran
bunga sakura seperti saat ini.
Flash Back
“Eunhyuk-ah! Bisa kau jelaskan maksudmu tadi pagi?” ujar Jaena ragu,
kepalanya tertunduk menatap pijakan di bawahnya. Dia memelintir ujung
rok seragam yang di pakainya, mencoba menetralisir rasa gugup yang
didera. Tak sedikit pun ia berani menatap sosok pria di hadapannya.
Bagaimana mungkin, sorot matanya yang tajam sarat akan ketegasan
membuatnya tak akan berani menatapnya secara langsung, membuat darahnya
bergejolak hebat saat dia berada di dekatnya, membuat bibirnya mendadak
bisu saat Eunhyuk sekadar mengajaknya berbicara. Membuat jantungnya
berdetak tak karuan saat berhadapan dengannya. Pikirannya berkecamuk,
entahlah bagaimana bisa jantungnya berdetak berlebihan seperti ini,
apakah jika dia bertemu hantu detak jantungnya akan sama seperti ini?
ah, Jaena rasa tidak. Dia pernah mengalami hal-hal yang misterius tetapi
detak jantungnya tak berlebihan seperti ini. ‘Tuhan, tolong aku’
gumamnya dalam hati. Matanya yang bulat, dia buka lebar-lebar tak
percaya saat mendengar hal yang terduga.
“Pagi? Memangnya apa yang aku katakan tadi pagi?”
JEDEEERR!!!
Jaena serasa tersambar petir di siang bolong. Dia tidak menyangka
pria itu malah bertanya balik? Ouh, sungguh dia tak mempersiapkan respon
apapun jika jawaban Eunhyuk akan seperti ini.
“Bukankah pagi buta kau menelponku? Kau mengucapkan sesuatu yang aku tak mengerti”
“Oh Jinjja? Pagi buta aku menelponmu? Mianhae, aku tak ingat. Mungkin
aku mengigau, aku memang sering mengigau sambil menelpon orang, hehe.
Jeongmal mianhae kalau aku mengganggu tidurmu tadi pagi!” Eunhyuk
mengeluarkan senyum gusi andalannya sambil membuat tanda V dengan
jarinya.
“Oh begitu, lalu untuk apa kau mengajakku kesini?” nada bicara Jaena terdengar kecewa.
“Hanya jalan-jalan. Bukankah kita butuh refreshing? Otakku terlalu penuh
dengan pelajaran sekolah.” Eunhyuk mendudukkan dirinya di salah satu
bangku panjang. Dilihatnya wajah Jaena yang terlihat kecewa. Dia
memalingkan wajahnya ke samping dan tersenyum penuh teka-teki.
“Jaena-ya, duduklah! Kau tidak pegal berdiri begitu?” Eunhyuk menepuk-nepukkan tempat duduk di sampingnya.
“Ohk? Tidak terimakasih, ak-aku ingin cepat pulang. An-nyeong!” Jaena
melangkah pergi setelah sebelumnya membungkuk berpamitan. Kecewa, sakit!
Itulah apa yang dirasakan Jaena sekarang, setelah tadi pagi Eunhyuk
membuatnya melayang, apa yang dilakukannya saat ini? dengan wajah tak
berdosa dia bilang itu hanya mengigau. Aish, sebenarnya Jaena tahu, itu
memang bukan salah Eunhyuk, tapi ini sama saja memainkan perasaannya.
Gagal lagi. Sudah beberapa kali Eunhyuk membuat hatinya sakit seperti
ini, seharusnya dia berhenti mencintai Eunhyuk, apalagi saat mengetahui
dia seorang cassanova.
Sudah tak terhitung berapa kali aliran cairan bening dari matanya,
dia tak bisa berhenti menangis sama seperti dia tak bisa berhenti
mencintai Eunhyuk. Sesaat Jaena menghentikan langkahnya, dengan sekuat
tenaga dia meremas dadanya, sakit dan mendongak ke arah langit “Ya
Tuhan, kenapa sesakit ini? aku memang yeoja babo. Aku terlalu
mengharapkan Eunhyuk oppa! Tak seharusnya aku seperti ini!” apakah Jaena
berlebihan? Entahlah, tapi memang sesakit inilah cinta tak terbalas,
apalagi saat kita sudah dibawa terbang melayang, dan pada akhirnya kita
di jatuhkan sekeras-kerasnya. Eunhyuk memang tak pernah tahu bagaimana
perasaannya, tapi… bisakah? Bisakah kau tak memberiku harapan kosong?
GREPP
Jaena menghentikan tangisnya saat ada sepasang tangan memeluknya dari
belakang. Dia mencoba menghapus sisa-sisa air matanya saat sepasang
tangan itu membalik tubuh rampingnya dengan sigap. Sepasang mata itu,
mata yang selalu dia ingin pandang, memandangnya dengan tatapan lembut
tetapi seakan menusuk tajam matanya yang bening.
“Kenapa kau pergi Jaena-ya? Bahkan aku belum selesai bicara!”
“untuk apa kau mengejarku? Memangnya apa yang ingin kau bicarakan?” ujar Jaena ketus.
“Aku ingin memberimu ini!” masih dengan posisi berhadapan dengan tangan
kekar Eunhyuk yang masih melingkar di pinggang Jaena. Eunhyuk
mendekatkan wajahnya pada Jaena seraya menutup mata. Jaena yang memang
tahu apa yang akan dilakukan Eunhyuk, turut menutup mata. Mengikuti
permainan Eunhyuk di bibir cerinya.
Beberapa saat kemudian, Eunhyuk menjauhkan wajahnya perlahan dan
tersenyum lembut. Di usapnya bibir Jaena dengan ibu jarinya “Ini yang
ingin aku berikan padamu, Mianhae, aku mengerjaimu tadi. Aku tidak
mengigau, aku sadar sesadar-sadarnya. Maaf aku membuatmu menangis, maaf
aku membuatmu terluka dengan perlakuanku, aku memang namja pecundang.”
“Ne, kau memang namja pecundang oppa. Seorang namja sejati tidak mungkin
menyakiti hati seorang yeoja, apalagi yeoja lemah sepertiku.” Jaena
menundukkan pandangnya. Mencoba menutupi rasa kesal, marah bahkan sakit
yang tercurah melalui aliran sungai di pipi mulusnya. Sakit? Marah?
Tentu saja. tapi tak ada seorang pun yang tahu bahwa kini, bunga sedang
bermekaran di relung hatinya.
“Aku tahu Jaena-ya. Bahkan sangat tahu!” Eunhyuk merasa tak enak hati.
Kenapa harus begini akhirnya? Sejujurnya, apa yang dilakukan Eunhyuk itu
bukan semata-mata menyakiti Jaena, hanya saja… dia tak ingin terulang
untuk kedua kalinya.
“Apa? Memangnya apa yang kau ketahui? kau tidak lebih dari seorang
cassanova!” Jaena tak mengerti. Memangnya namja itu mengetahui apa?
Mengetahui bahwa dirinya hanyalah yeoja lemah yang mudah dipermainkan?
Oh, bagus sekali Casanova jelek.
Euhyuk tertegun. Memandang wajah kacau gadis di hadapannya. Sesakit itu
kah? Sebesar itu kah cintamu Jaena-ya? Eunhyuk menarik dagu Jaena agar
pandangan mereka bertemu. Disekanya airmata gadis itu dengan ujung
jarinya lembut, “Uljima, aku tak mau kau terlihat seperti ini karena
aku. Biarkan aku menjelaskan semuanya! Cha … kita duduk di bangku itu
saja!”
“Tapi Eunhyuk-ssi …”
“Sudahlah Jaena, bisakah kau dengarkan dulu penjelasanku?” mohon Eunhyuk
tegas. Mata tajamnya menghujam mata Jaena. Kalau sudah seperti ini, apa
lagi yang dapat dilakukan Jaena? Memandang matanya saja sudah
membuatnya membungkam dan Jaena tahu, terdapat ketulusan disana.
“Sebenarnya, entah mengapa, aku sudah mengetahui perasaanmu dari awal
kau menyukaiku dan aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu. Tapi,
aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, karena aku pernah mengalami
pengalaman buruk dengan seorang yeoja yang aku cintai di masa lalu. Aku
takut kejadian itu terulang lagi, Jaena-ya!” Eunhyuk menatap mata bening
Jaena lekat. Mencoba mendapatkan kepercayaannya.
“Kau tahu? Dia sudah menyakitiku. Maka dari itu, aku ragu untuk
memulainya kembali bersamamu. Aku mencoba mengulur waktu untuk
menyatakan perasaanku padamu, dengan cara melihat bagaimana responmu!”
“Respon apa maksudmu?”
“Respon bagaimana jika aku menjadi cassanova. Aku mencoba berpura-pura
menjadi seorang cassanova agar mengetahui apakah kau tulus atau tidak!”
“Dan ternyata?”
“Kau diluar dugaanku. hatiku mengatakan kau lebih dari sekedar tulus
mencintaiku. Bahkan terkadang aku sering memergokimu menangis karena ku,
mianhae, jeongmal mianhae!” Eunhyuk merasa bersalah lagi. Apakah dia
salah mengatakannya? Semoga saja tidak. Toh dia sudah jujur sejujurnya.
Di genggamnya kedua tangan Jaena dengan tulus. Menyalurkan permintaan
maaf yang tergambar dari sinyal hati.
Apakah Jaena memaafkannya? Entahlah tak ada respon apapun darinya.
Matanya hanya memandang lurus pada genggaman tangan Eunhyuk. Perlahan
dia menganggukkan kepalanya pertanda ada balasan maaf yang tergambar.
“Ne, aku tak bisa untuk tidak bisa memaafkanmu, Oppa!” Senyum manis
tergambar di wajahnya. Seolah memberikan kekuatan tak terbatas yang
hanya dapat di rasakan oleh namja seberuntung Eunhyuk.
Eunhyuk tersenyum lebar dan berterimakasih lewat tatapan matanya. Betapa
beruntungnya Eunhyuk jika yeoja ini menjadi kekasihnya. “Gomawo
Jaena-ya, baiklah aku rasa ini saat yang tepat. Yeojachinguga
doeojulleo? (maukah kau menjadi pacarku?)” ucapnya perlahan dengan
posisi berlutut di hadapan Jaena seraya mengeluarkan sebuah mahkota yang
terbuat dari rangkaian bunga sakura. Eunhyuk mengulurkan telapak tangan
kanannya ke hadapan Jaena setelah sebelumnya dia berdiri dan membiarkan
mahkota sakura itu bertengger manis di kepala gadisnya.
“Jaena-ya, kau bisa berdiri dan menaruh tanganmu dalam genggamanku bila
kau menerimaku menjadi namjachingumu!” Jaena tersenyum haru. Mengangguk,
tangannya terulur menggapai tangan Eunhyuk dan bangkit dengan senyuman
manis di wajahnya.
“Gomawo chagia, aku berjanji akan menjaga hatiku untukmu” ucap Eunhyuk lembut dan menarik Jaena ke dalam pelukannya.
Flash Back Off
Satu .. Dua .. Tiga .. bahkan jutaan guguran kelopak sakura yang
jatuh di hadapannya. Jae na seolah mengabsen berapakah jumlah sakura
yang berjatuhan saat ini, apakah guguran sakura ini sebanding dengan
banyaknya mekaran bunga yang bersemi di hatinya kini? Ah, sungguh dia
tak ingin menggombal, tapi memang inilah kenyataannya. Kenyataan yang
membuatnya serasa layaknya jutaan bunga yang bermekaran setiap saat di
relungnya. Namja itu, namja yang selalu mengisi hari-harinya. Namja yang
selalu dia pandang pertama kali saat terbangun mengawali hari. Eunhyuk,
namja berambut pirang itu kini tampak kelelahan di arah sana. Jae na
tak dapat berhenti tertawa saat Eunhyuk terjatuh lagi dan lagi.
DZIIIIIG BRUGGGG!!!
“Aigoo, pinggangku sakit sekali!!” Entah untuk yang ke berapa kalinya
Eunhyuk harus bernasib sial. Kepalanya, perutnya, badannya, dan anggota
tubuh lainnya harus mendapat perlakuan buruk yang berasal dari tendangan
bola. Dia bangkit seraya memegangi pinggangnya yang sakit.
“APPA PAYAH!!!!” teriakkan sengit yang tertangkap telinga Eunhyuk.
Ditatapnya tajam seseorang yang tak jauh berdiri di hadapannya.
“YA!! KAN SUDAH APPA BILANG PELAN-PELAN, EOH? AISH PINGGANGKU!!” Teriak
Eunhyuk sadis pada anak kecil berumur lima tahun di hadapannya.
“HAHAHAHA, MIANHAE APPA!! AKU LUPA KALAU APPA SUDAH TUA!!” Jae bin, anak
namjanya itu tertawa bahagia. Sedangkan Eunhyuk? tangannya masih
mengusap-usap pinggangnya yang malang itu. Geram? tentu saja ingin
rasanya menjitak anaknya yang nakal itu, sayang umurnya masih lima
tahun, sabar Hyuk .. sabar .. inilah cobaan menjadi seorang appa,
hiburnya dalam hati. Tetapi nampaknya Eunhyuk tak bisa berlaku sabar,
dia bilang apa? Sudah tua? Oh yang benar saja anak nakal!
“MWO? SUDAH TUA KAU BILANG? AISH,!! IGE, TANGKAP BOLANYA!!” Eunhyuk
melempar bola yang tadi membuatnya jatuh tersungkur. Dan bingo! Kini
bola malang itu tepat sasaran mengenai kepala Jae bin. Haha kena kau Jae
bin! batin Eunhyuk. tapi nampaknya keberuntungan sedang tak berpihak
pada Eunhyuk, anaknya yang nakal itu malah menangis keras.
“huaaaaaa … Eomma!!! appa jahat eomma!! kepala Jae bin sakit!!”
“Appa!! Apa yang appa lakukan pada Jae bin, eoh?” Jae rin, kembarannya
menghampiri Eunhyuk dengan matanya yang bening menatap tajam. “Aish,
Appa memang payah! Beraninya pada anak kecil seperti kami, ini rasakan!”
Dzigggg—– satu lemparan lagi mengenai kepala Eunhyuk. Pria itu menganga
tak percaya, ya ampun bagaimana bisa anak sekecil mereka melakukan
diskriminasi pada ayahnya sendiri? setahunya tak ada darah evil mengalir
dalam dirinya atau istrinya –Jaena- lalu bagaimana mungkin Eunhyuk dan
Jaena memiliki anak se-evil mereka?
Eunhyuk meringis pelan merasakan kepalanya yang berdenyut, tangan
kanannya meraba sekitar ubun-ubunnya. “eoh sakit sekali! Sebenarnya
mereka itu anak siapa, ish!” gerutunya. “Ya sudah Appa minta maaf,
kalian berdua bermain lah berdua! Appa istirahat dulu eoh!” ujar Eunhyuk
pada kedua anak kembarnya –Jae bin dan Jae rin-. kemudian Eunhyuk
berbalik dan melangkah di tengah hujatan sinar matahari siang yang
menyengat. Matanya mengedar ke sekeliling taman mencari objek yang
dirindukannya selama beberapa jam ini, berlebihan? Mungkin bisa di
bilang iya.
Pria berambut pirang itu tersenyum saat objek yang dicarinya tertangkap
oleh matanya. Eunhyuk mengeluh dalam hati, kenapa Jaena terlihat begitu
damai dan tenang disana saat dirinya merasakan kesakitan akibat ulah
anak mereka? Sungguh tidak adil, pikirnya.
“Chagiyaaaaa… lihat dahiku memar berkat ulah anakmu!” mulai merajuk.
Dengan perlahan dia merebahkan kepalanya di pangkuan Jaena. Jaena
terkikik geli, mengingat kejadian yang tadi dilihatnya. Dia tak
menyadari Eunhyuk merengut sebal di pangkuannya.
“Yak! kau malah tertawa? Jadi kau bahagia melihat dahiku memar-memar
seperti ini, eoh?” Eunhyuk menggerutu sebal, tangannya tak berhenti
mengelus dahinya yang memar.
“Oppa sayang, tentu saja tidak chagiya, mana mungkin aku tertawa di atas
kesedihan suamiku sendiri, eoh? Lagipula kau ini kenapa manja sekali
sih?”
“Yak! Memangnya kenapa kalau aku manja padamu? Kau kan istriku, ya sudah sewajarnya!”
“Ya sudah, Oppa! Berhenti cerewet seperti itu! Lama-lama kau jadi seperti yesung oppa, kau tahu?”
“Yakkk! berani-beraninya kau menyamakan aku dengan hyung bawel itu, ish..”
“Baiklah aku minta maaf, sekarang istirahatlah! Oppa terlihat lelah!”
ucap Jaena lembut. Eunhyuk mengangguk pelan dan mencoba memejamkan
matanya. Jaena tersenyum, tangan lentiknya mengelus rambut pirang
Eunhyuk. Matanya memandang wajah Eunhyuk yang di pangkuannya. Matanya,
hidungnya, bibirnya, kulit putihnya. Begitu sosok Eunhyuk sangat
berharga baginya. Mata ini, yang selalu memberikan tatapan teduh nan
lembutnya. Bibir ini, yang berkali-kali dengan lembut menyentuh kedua
daun bibir cerinya. Jaena seolah mengabsen wajah tampan di hadapannya.
Begitu wajah ini selalu terpatri dalam pikirannya, dalam hatinya,
membuat darahnya berdesir setiap wajah ini memandangnya.
Jaena menghentikan sentuhannya dan mengeluarkan sebuah tissue dari
tasnya. Dia menyeka peluh yang mengalir di wajah Eunhyuk. “Kau terlihat
kelelahan oppa, Gomawo! Kau telah menjadi Appa yang baik untuk anak-anak
kita. Dan juga suami yang terlampau baik untukku” gumam Jaena lirih.
Eunhyuk tersenyum dengan mata yang masih terpejam. Dia tertidur?
Jawabannya tidak. Dia hanya sekedar memejamkan mata, merasakan sebuah
sentuhan yang membuatnya terhanyut dalam kebahagiaannya. Damai. Begitu
damai. Sudah lama dia tak rileks seperti ini. pekerjaannya sebagai
presdir di sebuah perusahaan membuatnya sangat sibuk, bahkan untuk
sekedar bercengkrama dengan anak dan istrinya. Inilah yang
dibutuhkannya. Canda tawa bahkan kejahilan anak-anaknya, sentuhan lembut
istrinya yang membuatnya merasakan kebahagiaan tak terbatas, kedamaian
yang tiada banding dan menghapuskan segala macam kepenatan yang berputar
di otaknya.
Eunhyuk membuka mata. Membuatnya beradu pandang dengan mata Jaena
yang bening. Pria itu tersenyum dan bangkit dari posisinya. Meraih tubuh
Jaena kedalam dekapannya. Dibelainya rambut panjang hitam bergelombang
milik istrinya itu sesekali Eunhyuk mengecup puncak kepala Jaena.
“Saranghae chagiya, gomawo, jeongmal gomawo! Kau memang penyempurna
hidupku!” Jaena melepaskan dekapan Eunhyuk dan menggenggam tangan
suaminya itu.
“Nado oppa! Kau juga penyempurna hidupku!” Jaena tersenyum manis. Bahkan
lebih manis dari biasanya. Di bawah pohon sakura dengan guguran kelopak
sakura yang terbang mengiringi ritme angin. Dengan segala rasa yang ada
di hati kedua insan itu, mereka mendekat dan memejamkan mata, mencoba
menghapus jarak di antara keduanya. Seolah udara pun tak dapat mengisi
kekosongan diantara mereka. Kini tak seinchi pun jarak di antaranya.
DUGG!!!
“Aww, Appo! Yak!! Jae bin-ah! Jae rin-ah! Apa yang kalian lakukan,
eoh?” untuk yang kedua kalinya Eunhyuk geram pada anak-kembar-evilnya.
“Mianhae appa, bukan kami yang melakukannya! Tapi bola ini!” Jae bin
tersenyum jahil sambil menunjuk bola yang berada di genggamannya. Jae
rin di sampingnya mengangguk mengiyakan ucapan kembarannya. “Nde Appa!
Eomma! bukan kami, tapi bola ini! ya sudah lanjutkan aktivitas kalian
Eomma dan appa! kami akan bermain bola lagi!” seru Jae rin dan tersenyum
penuh arti.
“Yakk!! anak nakal mengganggu saja, pergi sana!” Eunhyuk mendesis sebal.
Di arahkannya pandangannya pada Jaena yang tampak tertunduk malu dengan
semburat merah di kedua pipinya. “Chagiyaaa, kenapa wajahmu merah
seperti itu? Kajja, kita lanjutkan aktivitas kita yang tadi tertunda!”
Eunhyuk tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya jahil.
—
Beratapkan sakura, aku mengenalmu. Beratapkan sakura ku titipkan
hatiku di relung hatimu. Beratapkan sakura aku belajar mencintaimu.
Beratapkan sakura telingaku mendengar kata ‘I DO’ dari bibirmu. Dan
beratapkan sakura pula, aku bahagia bersamamu. Jaena-ya, my sakura!
Izinkan aku menjadi sebuah payung yang dapat melindungimu kapanpun dan
dimanapun. Aku akan menjadi kidung penenang yang tak akan beranjak dari
sisimu hingga ajal yang merenggut perjalanan kita yang berpacu waktu di
dunia.
Song Jae Na, aniya Lee Jae Na aku selamanya milikmu dan kau selamanya milikku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar